Kenangan pohon sawo
Kenangan pohon sawo
Tulisan
ini aku buat karena tiba tiba aku teringat pada kakek dan nenekku di Bali yang
biasa aku panggil Pekak (kakek) dan Mbah ( Nenek).
Aku, cucu kalian
Sampai saat ini belum bisa membahagiakan
pekak dan mbah
Kalian, Orang tua bapakku
Terimakasih telah melahirkan bapakku,
sehingga bapakku memilki anak yaitu aku
Pekak
bangun pagi sekali, setelah bangun pagi, aku tidak tahu bangun tidur beliau melakukan apa? Apakah minum kopi dulu
atau mengunyah tembakau dan sirih, yang jelas Pekak tidak langsung mandi. Lain
halnya dengan diriku, kalau pulang ke Desa, bangun tidur ya tidur lagi,bangun
lagi ,mandi, tidur lagi, begitu seterusnya sampai liburan selesai.
Pekak
membawa sabit atau cangkul lalu pergi ke sawah, cukup lama beliau di sana
,betah sekali. Warna kulit pekak hitam sekali, hampir sama seperti aku, bedanya
kulitku lumayan terawat karena hoby pakai body lotion.
Mbah..karakter
wanita Bali yang masih tersisa. Sering bepakaian hanya bawahan saja ( tahu kan
maksudku)..Mbah selalu memberi sangu kalau aku pulang liburan ke desa. Itu juga
salah satu alasanku selalu semangat untuk liburan ke Desa.
Mbah
….orang nomor dua setelah ibuku yang selalu menanyakan “sudah punya pacar?
Pohon
sawo, pohon sawo berada di halaman rumah kami di desa. Setiap melihat pohon
sawo aku selalu teringat akan banyak hal. Key word liburan kami saat itu : dua tangga, dua buah ayunan , galah dan pohon
sawo.
Waktu
akan aku putar ke beberapa tahun yang lalu kira-kira 20 tahun yang lalu
wooooow.. seringkali setiap liburan aku dan adikku Ina, “dibuang “ ke Bali oleh
kedua orang tuaku. Teman –temanku yang lain pergi liburan dengan orang tuanya
keliling Pulau atau Negara, aku liburan lintas pulau juga sih,ke desa pekak dan
mbah tepatnya di desa TyingGading Tabanan. Bisa dibayangkan sebuah desa
tentu banyak sawah,banyak tanaman padi, sungai, sapi tentunya, jika
beruntung liburan kami akan disponsori oleh musim buah seperti jeruk, rambutan,
durian, buah coklat, dan sawo..
Pekak dan mbah tidak mungkin membawaku ke Denpasar untuk
pergi ke taman bermain, jangankan ke Denpasar. Jangankan ke Denpasar, ke kota
Tabanan saja tidak, paling jauh ya yak ke pasar Bajra. Tapi pekak dan mbah tahu
bagaimana menyenangkan kami. DUA BUAH TANGGA , satu untukku satu untuk Ina. Sudah
tahu kan tangga-tangga itu kami gunakan untuk apa? Jelas … untuk
memancing….memancing keributan. Kami cucu cucu yang nakal, walaupun sudah
dibuatkan dua buah tangga tetap saja berebut aku ingin tangga punya Ina ,Ina
tidak mau memberikan tangganya (padahal sama saja). Dua buah anak tangga
sengaja dibuat untuk kami, karena Pekak tahu kami yang rebut ini takut memanjat
pohon sawo, tangga dibuat agar kami lebih mudah memetik buah sawo atau
setidaknya kami bermain main seolah olah
kami adalah petani yang sedang ditugaskan memetik buah sawo si Mbah: ” loh De ,
kadek (ina) petik buah sawonya taruh di keranjang sini ya kumpulkan di
keranjang” . kami pun langsung menuruti perintah mbah, berlari berebut tangga
yang jumlahnya memang dua. Itulah kegiatan kami belajar memanen hasil
bumi.ngomong ngomong soal memanen, ada satu benda yang hanya dibuat satu untuk
kami, benda itu adalah GALAH , benda itu harusnya diperebutkan karena Cuma ada
satu galah. Tapi entah si Ina membiarkanku memakai galah itu, ya sudahlah
memang sudah kodratnya adik selalu mengalah untuk kakak hmmmm bukan, aku ingat
si Ina saat itu jauh lebih pendek dari aku (kecil dan gemuk) sedangkan galahnya
panjang sekali sehingga Ina sempoyongan kalau membawa galah tersebut makanya
dia tidak tertarik menggunakan galah.
Bosan dengan pohon sawo, kami langsung
memindahkan tangga ke pohon cengkeh, bosan dengan pohon cengkeh kami pindahkan
tangga ke pohon rambutan, bosan dengan pohon rambutan kami pindahkan tangga ke
bebatuan yang besar lalu kami jadikan rumah rumahan atau tempat duduk. Hmmmmm
Pekak tahu kami
bosan, dibuatkan lah kami dua buah AYUNAN, digantungnya ayunan di dahan pohon
sawo yang besar. Awalnya ayunan Cuma ada satu, awalnya kami rukun saling
bergantian untuk bermain ayunan, lalu lama kelamaan salah satu dari kami tidak
ada yang mau berhenti bermain, akhirnya kami bermain ayunan seperti
“cheerleaders” aku duduk di papan ayunan, si Ina berdiri menaiki papan ayunan
(bisa dibayangkan kan hehehe). Pekak tahu keadaan semakin tidak aman, takut
cucu cucunya ada yang menangis, dbuatkanlah satu ayunan lagi. Kami berayun
dengan berbagai gaya dengan riang gembira sampai sampai puas sampai lapar,
kalau sudah lapar kami berlari ke dapur, minta mbah untuk mebuatkan mi kuah
telur (kami senang di desa pekak dan mbah tidak melarang kami makan mi instan
ups)
Waktu jelas tidak dapat kuputar
kembali. Tapi pohon sawo masih ada di halaman rumah di desa, masih ada dan
berbuah di saat musimnya tiba. Pohon sawo
kini tanpa tangga , tanpa ayunan. Pohon sawo mungkin saat ini merasa lega. Pohon
sawo selalu menyambut kami dari kami kecil hingga sekaranf. Pekak dan mbah
mungkin sudah lupa akan kenangan itu, Ina mungkin lupa juga :-p.
Sungguh, pekak dan mbah,kami bahagia
sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiiiii saat itu, jujur sebenarnya aku malu mengungkapkan
ini “ aku ingin dibuatkan ayunan lagi , dibuatkan tangga lagi ,memanjat pohon
sawo sawo ehmmm tapi malu juga gengsi……
Pekak dan mbah
semoga sehat. Maafkan kami cucu cucumu tidak bisa sering sering mengunjungimu,
maaf kalau setiap mengunjungimu kami selalu minta sangu
Pekak dan mbah , aku
merindukanmu
Pohon sawo di halaman rumah di desa Tying Gading .Tabanan. masih ada walaupun tidak sekokoh dulu |
Merajan di rumah di desa |
ina , adikku heheh |
Komentar
Posting Komentar